Thursday, June 07, 2012

Studi Lapangan


Pagi itu mengawali permulaan bulan baru pada hari Jum'at, tanggal 1 Juni 2012 menunjukkan pukul 5.00, persiapan sudah dilakukan untuk segera mengemasi barang dan pukul 06.00 segera pamit dan minta restu kelancaran kepada ibu mertua dan istri serta anak untuk berangkat menuju kampus tercinta STIA "AAN" Yogyakarta untuk melaksanakan kegiatan Studi Lapangan.
Sesampainya di kampus, sekitar pukul 06.40 sudah berkumpul teman-teman kelas reguler dan ekstensi masing-masing dengan menggunakan jaket almamater untuk persiapan dan saling ngobrol.
Studi lapangan kali berangkat pada pukul 07.30 ini melakukan kunjungan di kota Sukoharjo (Solo) yang dibagi menjadi 2 rombongan, yaitu mengunjungi BAPPEDA kota Solo dan diteruskan pergi tamasya ke Bali dari tanggal 1 - 5 Juni 2012, sedangkan rombongan lainnya (rombongan saya dan teman ekstensi serta reguler) mengunjungi ke PT. SRITEX Sukoharjo dan diteruskan tamasya ke Tawangmangu.
Sesampainya di PT. Sritex sekitar pukul. 10.30 dan dari perkiraan jadwal sebelumnya terlambat hampir 1,5 jam sehingga hanya melakukan kunjungan di bagian produksi dan melihat-lihat di showroom yang ada di PT. SRITEX.
Setelah melakukan kunjungan dari PT. SRITEX, perjalanan langsung menuju kawasan Kraton Surakarta dan parkir di Alun-Alun Surakarta, kemudian melaksanakan shalat Jum'at di Masjid Ageng Surakarta. Selesai melaksanakan shalat Jum'at, para mahasiswa diberikan kesempatan untuk berbelanja di PGS (Pusat Grosir Solo) dan menikmati Kuliner Tengkleng Solo.
Sekitar waktu menunjukkan pukul 14.15 perjalanan dilanjutkan menuju kawasan Tawangmangu sampai pukul 17.00 untuk menikmati kawasan Grojogan Sewu dan menikmati kuliner Sate Kelinci serta penjual buah-buahan yang ditawarkan kepada para pengunjung.
Sekitar pukul 17.15 perjalanan dilanjutkan untuk pulang ke Jogja dan mampir di Rumah Makan Tamansari Solo untuk melaksanakan shalat Maghrib dan Isya serta makan malam.
Selesai makan malam perjalanan dilanjutkan menuju Jogja, suasana di dalam bis sungguh riuh dan rame sehingga bisa menghilangkan rasa capek perjalanan seharian. Di dalam bis dimeriahkan dengan menikmati hiburan lagu-lagu kenangan dan dangdut. Kemudian sekitar pukul 20.00 oleh kru Bis diputarkan film komedi "Preman in Love" yang diperankan oleh Tora Sudiro, Febby Febriana, Den Baguse Ngarso, Vincent, Marwoto Kawer.
Sekitar pukul 21.30 perjalanan sampai di Jogja dan menuju kampus STIA "AAN" untuk mengambil kendaraan dan melanjutkan perjalanan pulang ke rumah masing-masing.

Monday, June 22, 2009

Mengenal Gamelan

Sekilas kita mendengar gamelan identik dengan lagu langgam yang mendayu-dayu dan sering dinikmati kebanyakan kaum tua (bapak2 atau ibu2). Akan tetapi, perkembangan dari jaman ke jaman, gamelan sekarang sudah bisa dinikmati juga para kaum muda. Dengan dipakainya gamelan sebagai perangkat untuk mengiringi lagu2 pop, dangdut sampai campur sari.
Untuk memulai dan sebelum memainkan seperangkat alat gamelan tentunya kita harus mengenal terlebih dahulu peralatan gamelan yang terdiri dari bermacam-macam jenis dan bentuknya. Yang lazim kita lihat, di dalam seperangkat gamelan terdiri dari Kendang, Bonang, Saron, Demung, Peking, Kenong, Kempul, dan Gong. Tetapi kadangkala juga ada tambahan jenis peralatan gamelan yaitu: Gambang, Gender, Slenthem, Siter, dan Rebab. Kemudian untuk aliran jenis campur sari biasanya cuma terdiri dari Kendang, Saron, Demung, Peking, Kempul, Gong dan ditambah peralatan yang modern seperti Gitar, Bass Gitar, Drum, serta Keyboard (Organ).
Untuk jenis alat musik gamelan, biasanya terdiri dari dua macam yaitu Pelog dan Slendro. Adapun untuk Pelog biasanya terdiri dari nada 1 2 3 4 5 6 7 dan Slendro terdiri dari nada 1 2 3 5 6. Jadi perbedaan antara Pelog dan Slendro pada nada 4 dan 7.
Dengan kita sudah mengenal jenis dan bentuk serta cara memukul gamelan, kita bisa enjoy dalam memainkan semua peralatan gamelan.
Marilah kita selalu menjaga warisan kebudayaan......!!

Thursday, June 11, 2009

Makna Yang Terkandung Dari Syair Lagu "SLUKU-SLUKU BATHOK"

Sluku-sluku bathok
Bathoke ela-elo
Si Rama menyang Solo
Oleh-olehe payung montho
Mak jenthit lolo lobah
Wong mati ora obah
Nek obah medeni bocah
Nek urip goleko dhuwit.

Begitulah bunyi atau syair yang terdapat lagu "SLUKU-SLUKU BATHOK" kalo di lihat dari syairnya secara kata per kata hanya sekedar guyonan atau cuma kata-kata yang sering dijumpai di kehidupan sehari-hari, akan tetapi makna yang terkandung di dalamnya terdapat suatu ajaran yang sangat dalam sebagai petunjuk bagi kita semua untuk selalu ingat kepada yang Maha Kuasa (Allah SWT). Berikut ini artikel tentang makna yang terkandung di dalam lagu Sluku-Sluku Bathok di alamat : http://edisi17.blogspot.com/2008/08/sluku-sluku-bathok.html seperti berikut ini:

“SLUKU-SLUKU BATHOK”

Hidup bermasyarakat dapat diibaratkan dengan lalulintas, dimana masing—masing pribadi berkeinginan sampai ke tujuan dengan cepat dan selamat. Karena itu demi keselamatan perjalanan diperlukan adanya peraturan lalulintas atau rambu-rambu lalulintas.
Dalam rangka peraturan lalulintas kehidupan, Allah menetapkan peraturan-peratuan karena Allah lah yang paling mengenal manusia, sekaligus Allah tidak memiliki kepentingan atau pamrih. Karena itu, agama diterjemahkan antara lain, sebagai “peraturan-peraturan Ilahi yang mengantarkan manusia menuju kebahagiaan dunia dan akhirat”.
Setiap orang yang beriman harus menyadari betapa pentingnya rambu-rambu kehidupan dan betapa agama mengantar manusia menelusuri jalan dengan aman dan selamat hingga sampai ke tujuan. Melewati jalur “Shirathal Mustaqim” ada-ada saja hambatan dan kesulitan yang dihadapi setiap manusia. Namun, setelah berjalan beberapa saat pasti yang ditemui dan dirasakan adalah kemudahan dan kenyamanan.
Itulah sebabnya Rasul silih berganti diutus-Nya, dan Rasul terakhir diberi mandat oleh-Nya yang bersifat global agar perincian peraturan dapat ditetapkan oleh manusia, sekaligus sejalan dengan petunjuk global tersebut. Petunjuk pelaksanaan disertai petunjuk teknis.
Para mubaligh tempo dulu era para wali sangat populer metode dakwah yang diterapkan melalui media kultural, seni dan budaya dapat dijadikan sebagai referensi bagi para pemerthati masalah-masalah agama, sosial dan budaya. Salah satu contoh adalah tembang atau kekidungan sebagai berikut :

Sluku-sluku bathok
Bathoke ela-elo
Si Rama menyang Solo
Oleh-olehe payung montho
Mak jenthit lolo lobah
Wong mati ora obah
Nek obah medeni bocah
Nek urip goleko dhuwit.

Menurut guru ngaji saya dulu, maksud tembang tersebut kurang lebih demikian :
Sluku-sluku bathok, Bathoke ela-elo : berasal dari Bahasa Arab : Ghuslu-ghuslu bathnaka, artinya mandikanlah batinmu. Membersihkan batin dulu sebelum membersihkan badan atau raga. Sebab lebih mudah membersihkan badan dibandingkan membersihkan batin atau jiwa. Dalam lagu Indonesia Raya juga mendahulukan jiwa lebih dulu : Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya ...
Bathoke ela-elo : batine La Ilaha Illallah : maksudnya hatinya senantiasa berdzikir kepada Allah, diwaktu senang apalagi susah, dikala menerima nikmat maupun musibah, sebab setiap persitiwa yang dialami manusia, pasti mengandung hikmah.
Si Rama menyang Solo : Mandilah, bersucilah, kemudian kerjakanlah shalat. Allah menciptakan Jin dan manusia tidak lain adalah agar supaya menyembah, menghambakan diri kepada-Nya. Menyadari betapa besarnya anugerah dan jasa yang telah diperoleh manusia dan betapa bijaksana Allah dalam segala ketetapan dan pekerjaan-Nya. Kesadaran ini dapat mendorong seorang hamba untuk beribadah kepada Allah sebagai ungkapan rasa syukur atas nikmat yang telah diterima. Manusia sendirilah yang akan memperoleh manfaat ibadah yang dilakukannya.
Oleh-oleh payung muntho : Lailaha Illalah hayyun mauta : dzikir pada Allah mumpung masih hidup, bertaubat sebelum datangnya maut. Manusia hidup di alam dunia tidak sekedar memburu kepentingan duniawi saja, tetapi harus seimbang dengan urusan-urusan ukhrowi. Kesadaran akan hidup yang kekal di akhirat, menumbuhkan semangat untuk mencari bekal yang diperlukan.
Mak jentit lolo lobah wong mati ora obah, nek obah medeni bocah, nek urip golekko dhuwit : Kalau sudah sampai saatnya, mati itu sak jenthitan selesai, habis itu tidak bergerak. Walau ketika hidup sebagai raja diraja, sugih bondo-bandhu, mukti wibawa, ketika mati tidak ada yang dibawa. Ketika masih hidup supaya berkarya, giat berusaha.
Demikian, kilas balik rekaman masa kanak-kanak ketika ngaji di surau. Jethungan, gebak sodor, jamuran dan model-model permainan lainya, penuh simbol menuju kesadaran beragama. Dengan sarana-prasarana serta serta fasilitas yang murah-meriah, pesan-pesan moral dapat terserap di hati masyarakat.
Dakwah keagamaan dalam perkembangannya telah mengalami berbagai perubahan bentuk cara dan penekanan. Dahulu pemaparan ajaran agama dititik beratkan pada usaha mengaitkan ajaran-ajarannya dengan alam metafisika, sehingga surga, neraka, nilai pahala dan beratnya siksaan mewarnai hampir setiap ajakan keagamaan.
Dalam zaman perkembangan IPTEK sekarang ini aktivitas keagamaan pada umumnya dimaknai oleh usaha menghubungkan antara ajaran agama dan pembangunan masyarakat. Ajaran agama diharapkan dapat mendorong masyarakat untuk lebih berpartisipasi dalam pembangunan dalam arti luas sambil membentengi penganut-penganutnya dari segala macam dampak negatif yang mungkin terjadi akibat kemajuan IPTEK, akibat pembangunan.
Tembang sluku-sluku bathok sekedar contoh bagaimana para mubaligh tempo dulu menyampaikan pesan-pesan ajaran agama yang dikemas sedemikian rupa sehingga terkesan di hati. Rupanya, kita masih harus banyak belajar memilih dan memilah materi dakwah. Kalau tidak, mungkin diam lebih bermanfaat daripada bicara.
Mudah-mudahan kita semua bisa menerapkan dan mengamalkan makna dari syair di dalam lagu "SLUKU-SLUKU BATHOK". Bukan hanya untuk sekedar lagu dolanan, akan tetapi merupakan keadaan yang harus dilakukan setiap manusia di bumi agar selalu dekat dengan Sang Maha Pencipta (Allah SWT).